Perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan sistem pemerintahan di Indonesia pada masa kolonial Eropa sangat dipengaruhi oleh keberadaan bangsa asing tersebut. Pada awalnya, bangsa Eropa datang untuk membeli rempah-rempah yang tidak dihasilkan di negaranya. Namun, karena mendatangkan keuntungan luar biasa, mereka menerapkan semangat kolonialis dan imperialis. Semangat kolonialis ialah semangat penguasaan oleh suatu negara atas bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu.
Imperialis ialah memperluas daerah jajahannya untuk kepentingan industri dan modal. Akibatnya, masyarakat yang semula adalah pemilik berbalik menjadi budak. Masyarakat kehilangan hak atas milik mereka sendiri melalui berbagai kebijakan, seperti monopoli, tanam paksa, sewa tanah, penyerahan wajib, dan lain-lain yang diterapkan oleh kolonial. Di bidang kebudayaan, terjadi perkembangan dari masa ke masa.
Kedatangan bangsa Eropa membawa agama baru di Kepulauan Indonesia, Kristen Protestan dan Katholik. Adat istiadat bangsa Eropa juga berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, mulai dari dalam keraton sampai rakyat jelata. Pengaruh itu dapat dilihat dari tata cara bergaul (lebih bebas dan demokratis), gaya perkawinan, model berpakaian, disiplin, menghargai waktu, rasionalis, individualistis (sifat mementingkan diri), materialistis (sifat mementingkan materi), dan pendidikan.
Di bidang pendidikan, pemerintah kolonial membangun sekolah-sekolah, baik sekolah umum maupun kejuruan. Walaupun membedakan para peserta didik dengan membedakan sekolah untuk anak-anak khusus Belanda, bangsawan, dan rakyat jelata, namun pendidikan membawa dampak positif bagi cara berpikir anak bangsa. Bahkan, ada mahasiswa Indonesia yang bersekolah sampai ke Belanda. Kaum terdidik inilah yang bahu-membahu dengan para pemuda mulai memikirkan untuk melepaskan diri dari penjajahan.
Di bidang pemerintahan, para pemimpin kita tidak berdaya menghadapi para pedagang yang licik. Para pemimpin kita dengan mudah termakan oleh politik adu domba yang dijalankan oleh para penjajah. Jika pun para pemimpin mencoba untuk melawan, kebanyakan mereka terpaksa menyerah karena lemahnya persenjataan atau karena kelicikan Belanda. Akibatnya, Belanda berhasil menguasai kerajaan yang dipimpinnya. Raja atau sultan yang memerintah hanyalah merupakan simbol yang telah kehilangan kekuasaannya.
Dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintah Hindia Belanda menerapkan hukum seperti yang berlaku di Belanda. Sistem pemerintahan yang diterapkan mengikuti ajaran Trias Politica. Sistem ini mengenal pemisahan antara lembaga legislatif (pembuat undang-undang), eksekutif (pelaksana undang-undang), dan yudikatif (pengawas pelaksanaan undang-undang).