Politik Etis (Politik Balas Budi) dan Pelaksanannya

Reaksi yang timbul akibat dari adanya berbagai tulisan kaum humaniter mulai mencapai tarap yang menentukan, seperti diadakannya peninjauan kembali mengenai aturan-aturan dalam sistem Tanam Paksa. Adapun yang tergolong kepada kelompok kaum humaniter diantaranya seperti : Walter Baron Van Hoevel, Fransen Van De Futte, juga seorang Perdana Menteri Torbeck tampil ke depan untuk membela kepentingan bangsa Indonesia. Pada saat itu tokoh yang dianggap paling berhasil merubah opini rakyat Belanda dengan sebuah karya tulisannya adalah “Douwes Dekker” dengan nama samarannya “Multatuli”. Yang berhasil menulis sebuah karya buku yang berjudul “Max Havelaar”

Dalam situasi seperti itu , muncul pula tulisan “Van Deventer” yang berjudul “Een Eereschuld” (Hutang Kehormatan) pada majalah “de Gids” tahun 1899. Ia mengecam pemerintah kolonial Belanda yang tidak memperhatikan nasib penduduk tanah jajahannya. Ia mengungkapkan, bahwa pemerintah Belanda telah berhutang budi kepada rakyat tanah jajahan (Indonesia) serta harus ditebus dengan cara memberikan kesejahteraan. Usul Van Deventer tersebut mendapat dukungan dari rekan-rekan kaum liberal, seperti Van Kol, Van Dedem, dan Brooschooft.

Ratu Belanda menanggapi positif terhadap usulan yang disampaikan kaum liberal. Dalam pidatonya tahun 1901, Ratu Belanda mengesahkan politik yang sangat terkenal dengan sebutan “Politik Etis“. Politik ini merupakan upaya balas budi pemerintah Belanda untuk memperhatikan nasib bangsa Indonesia. Menurut Van Deventer, politik Etis yang ditujukan untuk memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia dapat dilakukan melalui tiga hal, sehingga disebut
Trilogi Van Deventer, yang isinya sebagai berikut:

  1. Irigasi
  2. Transmigrasi
  3. Edukasi

Dalam pelaksanaannya bidang “edukasi” memberi pengaruh yang positif bagi bangsa Indonesia yaitu dengan lahirnya golongan terpelajar (golongan intelektual). Pemerintah kolonial Hindia-Belanda semula berharap dari penyelenggaraan edukasi (pendidikan) dapat menyediakan tenaga kerja terdidik yang terampil dan bisa dibayar murah.

Akan tetapi dalam perkembangannya sasaran itu meleset, karena ternyata dari “STOVIA” justru muncul kalangan terpelajar Indonesia yang mengobarkan semangat api kebangsaan serta peduli terhadap nasib bangsa Indonesia, sehingga mereka menjadi pelopor dalam perjuangan pergerakan bangsa Indonesia yang menentang pemerintah kolonial Belanda dengan tujuan utama untuk meraih kemerdekaan Indonesia.

Check Also

Wali Songo: Sejarah Sunan giri

(Wali Songo: Sejarah Sunan giri) – Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul …