Perkembangan Kebudayaan Pada Masa Islam

Masuknya Islam membawa perubahan di berbagai bidang di Indonesia. Wujud akulturasi kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Islam di antaranya tampak pada bidang berikut ini :

  1. Perkembangan Aksara dan Seni Sastra (Kesusastraan)

Masuknya agama dan budaya Islam di Indonesia sangat berpengaruh terhadap perkembangan seni aksara dan seni sastra di Nusantara. Aksara dan seni sastra Islam pada awal perkembangannya banyak dijumpai di wilayah sekitar selat Malaka dan Pulau Jawa, walaupun jumlah karya sastra dan bentuknya sangat terbatas.

  1. Aksara Masa Awal Islam

Tradisi tulis di Indonesia diawali dengan penemuan prasasti Kutai yang berhuruf Pallawa, India. Pada perkembangan berikutnya muncul aksara setempat yang berakar dari huruf Pallawa, yaitu aksara Jawa dan Bali. Pada awal perkembangan Islam di Indonesia aksara Arab digunakan dengan huruf Jawi (Melayu). Aksara-aksara tersebut makin menambah keanekaragman Tradisi tulis di Nusantara.

  1. Seni Sastra Masa Awal Islam

Masuknya Islam dan penggunaan huruf Arab mampu mengembangkan seni sastra Islam di Indonesia. dilihat dari bentuknya, sastra Islam di Jawa berbentuk tembang (syair), sedangkan di Sumatra, selain bentuk syair juga ditemukan yang berbentuk gancaran (prosa). Syair Islam tertua di Indonesia terpahat di sebuah nisan makam seorang putri Raja Pasai di Minye Tujuh terdiri atas 2 bait, dan masing-masing bait berisi 4 baris.

Karya-karya sastra awal Islam antara lain Bustanul Salatin yang ditulis oleh Nuruddin ar Raniri, seorang ulama besar Aceh masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani. Hikayat Raja-Raja Pasai karangan Hamzah Fansuri, Pustakaraja, Jayabaya, Paramayoga, karangan R.Ng. Ronggowarsito. Sastra Gending, karangan Sultan Agung, dan masih banyak lagi karya sastra Islam lainnya yang tidak diketahui pengarangnya (anonim).

Selain bentuk karya sastra tersebut di atas, terdapat suluk, yaitu kitab yang bersifat magis dan berisi ramalan-ramalan, seperti misalnya Suluk Sukarsa (berisi pengalaman Ki Sukarsa mencari ilmu), Suluk Wijil (berisi wejangan-wejangan Sunan Bonang kepada Wijil), Syair Perahu, Syair Si Burung Pingai, dan sebagainya. Juga terdapat tarekat, yaitu jalan atau cara yang ditempuh kaum sufi untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Hal ini berkaitan dengan munculnya ajaran tasawuf di Indonesia. Contoh tarekat, antara lain Qadariyah, Naqsyabandiyah, Syaftariah, dan Rifa’iyah.

  1.  Perkembangan Pendidikan

Perkembangan pendidikan pada masa Islam berjalan cukup pesat dibandingkan dengan masa Hindu. Hal itu disebabkan untuk penyebaran Islam salah satunya digunakan saluran pendidikan. Pada masa Islam, pengembangan pendidikan dilakukan dengan mendirikan pesantren. Murid pesantren disebut santri. Di pesantren para santri mendalami agama Islam dan beberapa pengetahuan tambahan untuk bekal hidup. Setelah menamatkan pelajaran para santri kembali ke tempat asal. Di tempat asal mereka diwajibkan untuk mengembangkan Islam. Pada masa pertumbuhan Islam di Jawa kita kenal Sunan Ampel atau Raden Rahmat yang mendirikan pesantren di Ampel, Surabaya dan Sunan Giri yang mendirikan pesantren hingga terkenal sampai Maluku.

  1. Perkembangan Seni Bangunan

Akulturasi kebudayaan Islam dengan kebudayaan Indonesia tampak pada seni bangunan, khususnya bangunan masjid dan makam.

  1. Bangunan Masjid

Akulturasi antara kebudayaan Islam dan kebudayaan Indonesia, antara lain tampak pada seni arsitektur bangunan masjid kuno. Arsitektur masjid kuno di Indonesia itu menunjukkan ciri-ciri khusus yang berbeda dengan arsitektur masjid di negeri-negeri lainnya. Arsitektur masjid kuno di Indonesia masih menonjolkan gaya arsitektur pra-Islam. Hal ini terjadi karena bangunan masjid masih mendapat pengaruh Hindu–Buddha.

Kekhususan gaya arsitektur masjid kuno Indonesia, antara lain terdapat dalam bentuk atap bertingkat lebih dari satu.

Masjid kuno Indonesia yang mempunyai atap bertingkat merupakan kelanjutan dari seni bangunan tradisional Indonesia lama yang mendapat pengaruh Hindu–Buddha. Ada beberapa bukti yang mendukung pendapat itu, di antaranya Pertama, bangunan-bangunan Hindu di Bali yang disebut wantilan atapnya juga bertingkat, Kedua relief yang ada di candi-candi pada masa Majapahit juga menggambarkan bangunan atap bertingkat.

Beberapa contoh masjid kuno yang memiliki atap bertingkat, di antaranya sebagai berikut: Bangunan masjid beratap bertingkat satu, misalnya Masjid Agung Cirebon yang dibangun pada abad ke-16, Masjid Katangka di Sulawesi Selatan dari abad ke-17, beberapa masjid di Jakarta yang dibangun pada abad ke-18, seperti Masjid Angke, Masjid Tambora, dan Masjid Marunda. Bangunan masjid beratap bertingkat tiga di antaranya tampak pada Masjid Agung Demak dari abad ke-16, Masjid Baiturrachman Aceh yang dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda, Masjid Jepara, masjid-masjid di Ternate. Sedangkan bangunan masjid beratap bertingkat lima, misalnya Masjid Agung Banten yang dibangun pada abad ke-16.

  1. Makam

Masuknya kebudayaan Islam juga berpengaruh besar terhadap bangunan makam. Bangunan makam pada orang yang meninggal terbuat dari bata yang disebut jirat atau kijing. Di atas jirat, khususnya bagi orang-orang penting didirikan sebuah rumah yang disebut cungkup. Makam para raja biasanya dibuat megah dan lengkap dengan makam keluarga serta pengiringnya. Dengan demikian, kompleks pemakaman merupakan gugusan kijing yang dikelompok- kan menurut hubungan keluarga. Antara makam keluarga satu dan keluarga lain dipisahkan oleh tembok yang dihubungkan dengan gapura. Di dalam kompleks pemakaman biasanya dibangun sebuah masjid sebagai pelengkapnya. Tempat pemakaman biasanya terdapat di atas bukit yang dibuat berundak-undak. Hal itu mengingatkan kita pada bangunan punden berundak pada zaman Hindu.

Bangunan makam yang berupa jirat dan cungkup biasanya dihiasi dengan seni kaligrafi (seni tulisan indah).

Makam tertua di Indonesia yang bercorak Islam adalah Makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik (1082). Makam tersebut bercungkup dan dinding cungkupnya diberi hiasan bingkai-bingkai mendatar mirip model hiasan candi.

  1.   Perkembangan Seni Tari dan Seni Musik

Akulturasi pada cabang seni tari dan seni musik terdapat pada beberapa upacara dan tarian rakyat. Di beberapa daerah ada jenis tarian yang berhubungan dengan nyanyian atau pembacaan tertentu yang berupa salawat. Bentuk-bentuk tarian itu, misalnya permainan debus yaitu suatu jenis pertunjukkan kekebalan tubuh seseorang terhadap senjata tajam. Pertunjukkan debus diawali dengan nyanyian dan pembacaan Al-Qur’an atau salawat nabi. Permainan ini berkembang di bekas-bekas pusat kerajaan, seperti Banten, Minangkabau, dan Aceh. Berikutnya adalah Seudati yaitu tarian atau nyanyian tradisional rakyat Aceh. Pertunjukan ini dilakukan oleh sembilan sampai sepuluh orang pemuda. Gerakan tarian itu, antara lain berupa memukul-mukulkan telapak tangan ke bagian dada. Dalam tari Seudati, pemain juga menyanyikan lagu-lagu tertentu yang isinya pujian kepada nabi (salawat).

Selain seni tari, juga berkembang seni musik yang berupa pertunjukkan gamelan. Pertunjukkan ini biasa dilakukan pada upacara Maulud yang ditujukan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada upacara Maulud, selain dinyanyikan pujian-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. juga diadakan pertunjukkan gamelan dan pencucian benda-benda keramat. Upacara ini masih dilakukan di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon. Upacara  Maulud di Yogyakarta dan Surakarta disebut Garebeg Maulud. Di Cirebon upacara Maulud biasa disebut Pajang Jimat. Pada upacara Maulud biasa diiringi dengan gamelan yang disebut Sekaten dan dipertunjukkan untuk masyarakat umum.

  1.   Perkembangan Sistem Pemerintahan

Sebelum kebudayaan Islam datang, sistem pemerintahan pada kerajaan di Indonesia mendapat pengaruh budaya Hindu–Buddha. Setelah agama Islam masuk dan berkembang di Indonesia lambat laun berpengaruh juga terhadap sistem pemerintahan.

Sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam terutama di Jawa bersifat kosmologis, artinya setiap masyarakat yakin adanya keserasian bumi dengan alam semesta yang mengelilinginya. Atas dasar kepercayaan tersebut, raja dianggap sebagai penjelmaan Tuhan di dunia yang memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan.

Raja-raja di kerajaan Islam umumnya bergelar sultan. Kekuasaan raja terbesar berpusat di kota kerajaan. Kekuasaan itu akan makin mengecil jika daerah kekuasaan berada jauh dari ibu kota.

Sumber :

Sh. Musthofa, Suryandari, Tutik Mulyati. 2009. Sejarah 2 : Untuk SMA/ MA Kelas XI Program Bahasa. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Check Also

Menggali Lebih Dalam tentang Dogmatis: Apa Itu dan Bagaimana Ini Memengaruhi Pikiran Manusia?

Dogmatis adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan sikap atau keyakinan yang keras kepala dan …