Sebelum melakukan evaluasi terhadap penjajahan Hindia Belanda, coba kalian perhatikan gambar Masjid Agung Aceh di atas! Bagi masyarakat Aceh masjid tersebut merupakan masjid bersejarah yang terkait erat dengan spirit perjuangan masyarakat Aceh. Selain sebagai tempat ibadah kebanggaan masyarakat, masjid tersebut menjadi simbol perjuangan rakyat Aceh dalam menentang imperialisme Barat. Masjid tersebut menjadi salah satu benteng perjuangan rakyat melawan Belanda. Karena kegigihan rakyat Aceh tersebut, Belanda benar-benar kesulitan memadamkan perlawanan rakyat.
Perlawanan terhadap penjajahan pemerintah Hindia Belanda terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Abad 19 merupakan puncak perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah dalam menentang Pemerintah Hindia Belanda. Kegigihan perlawanan rakyat Indonesia menyebabkan Belanda mengalami krisis keuangan untuk biaya perang. Perlawanan di berbagai daerah tersebut belum berhasil membuahkan kemerdekaan. Semua perlawanan dapat dipadamkan dan kerajaan-kerajaan di Indonesia semakin mengalami keruntuhan.
Kalian dapat menelusuri jejak-jejak perlawanan tersebut dari berbagai peninggalan yang masih ada hingga sekarang. Bahkan di berbagai daerah didirikan berbagai museum untuk menjadi media pembelajaran masyarakat sekarang. Dengan mengunjungi berbagai museum dan berbagai tempat peninggalan perlawanan rakyat Indonesia melawan Belanda, akan menggugah semangat kebangsaan. kalian dapat menemukan berbagai peninggalan atau museum perjuangan pada masa lalu di setiap daerah di Indonesia.
Apabila kalian tinggal di Maluku, kalian dapat mencari jejak peninggalan perjuangan Pattimura, apabila kalian tinggal di Sulawesi kalian dapat mengunjungi Benteng Rotterdam. Demikian juga dengan daerah-daerah lain, pasti kalian dapat menemukan berbagai peninggalan pada masa perjuangan melawan kolonialisme Belanda. Peninggalan di Yogyakarta adalah Goa Selarong, di Sumatra Barat terdapat Benteng Fort de Kock, di Kalimantan kalian menemukan peninggalan pada masa perang Banjar.
1) Perang Saparua di Ambon
![]() |
Pattimura |
Merupakan perlawanan rakyat Ambon dipimpin Thomas Matulesi (Pattimura). Dalam perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda tersebut, seorang pahlawan wanita bernama Christina Martha Tiahahu melakukan perlawanan dengan berani. Perlawanan Pattimura dapat dikalahkan setelah bantuan pasukan Hindia Belanda dari Jakarta datang. Pattimura bersama tiga pengikutnya ditangkap dan dihukum gantung.
2) Perang Paderi di Sumatra Barat
Merupakan perlawanan yang sangat menyita tenaga dan biaya sangat besar bagi rakyat Minang dan Pemerintah Hindia Belanda. Bersatunya Kaum Paderi (ulama) dan kaum adat melawan Pemerintah Hindia Belanda, menyebabkan Belanda kesulitan memadamkannya. Bantuan dari Aceh juga datang untuk mendukung pejuang Paderi.
Pemerintah Hindia Belanda benar-benar menghadapi musuh yang tangguh. Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel. Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi dan Benteng Fort van der Cappelen merupakan dua benteng pertahanannya. Dengan siasat tersebut akhirnya Belanda menang ditandai jatuhnya benteng pertahanan terakhir Paderi di Bonjol tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol ditangkap, kemudian diasingkan ke Priangan, kemudian ke Ambon, dan terakhir di Menado hingga wafat tahun 1864.
3) Perang Diponegoro 1825-1830
Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar perlawana terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Latar belakang perlawanan Pangeran Diponegoro diawali dari campur tangan Belanda dalam urusan politik Kerajaan Yogyakarta. Beberapa tindakan Belanda yang dianggap melecehkan harga diri dan nilai-nilai budaya masyarakat menjadi penyebab lain kebencian rakyat kepada Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda membangun jalan baru pada bulan Mei 1825. Mereka memasang patok-patok pada tanah leluhur Diponegoro. Terjadi perselisihan saat pengikut Diponegoro Patih Danureja IV mencabuti patok- patok tersebut. Belanda segera mengutus serdadu untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Perang tidak dapat dihindarkan, pada tanggal 20 Juli Tegalrejo sebagai basis pengikut Diponegoro direbut dan dibakar Belanda.
Pada bulan Maret 1830 Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda di Magelang, Jawa Tengah. Perundingan tersebut hanya sebagai jalan tipu muslihat karena ternyata Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian ke Makasar hingga wafat tahun 1855. Setelah berakhirnya Perang Jawa (Diponegoro), tidak lagi muncul perlawanan yang lebih berat di Jawa.
4) Perang Aceh
Semangat jihad (perang membela agama Islam) merupakan spirit perlawanan rakyat Aceh terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Jendral Kohler terbunuh saat pertempuran di depan masjid Baiturrahman Banda Aceh. Kohler meninggal dekat dengan pohon yang sekarang diberi nama Pohon Kohler. Siasat konsentrasi stelsel dengan sistem bertahan dalam benteng besar oleh Belanda tidak berhasil. Belanda semakin terdesak, korban semakin besar, dan keuangan terus terkuras.
![]() |
Snouck Hurgroje |
Pemerintah Hindia Belanda sama sekali tidak mampu menghadapi secara fisik perlawanan rakyat Aceh. Menyadari hal tersebut, Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgroje yang memakai nama samaran Abdul Gafar seorang ahli bahasa, sejarah ,dan sosial Islam untuk mencari kelemahan rakyat Aceh. Setelah lama belajar di Arab, Snouck Hugronje memberikan saran-saran kepada Belanda mengenai cara mengalahkan orang Aceh. Menurut Hurgronje, Aceh tidak mungkin dilawan dengan kekerasan, sebab karakter orang Aceh tidak akan pernah menyerah, jiwa jihad orang Aceh sangat tinggi.
Taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang (bangsawan) dengan ulama. Pemerintah Hindia Belanda menjanjikan kedudukan pada Uleebalang yang bersedia damai. Taktik ini berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik pada tawaran Belanda. Belanda memberikan tawaran kedudukan kepada para Uleebalang apabila kaum ulama dapat dikalahkan. Sejak tahun 1898 kedudukan Aceh semakin terdesak. Belanda mengumumkan perang Aceh selesai tahun 1904. Namun demikian perlawanan sporadis rakyat Aceh masih berlangsung hingga tahun 1930-an.
5) Perlawanan Sisingamangaraja di Sumatra Utara
Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda di Sumatra Utara dilakukan Sisingamangaraja XII, perlawanan di Sumatra Utara berlangsung selama 24 tahun. Pertempuran diawali dari Bahal Batu sebagai pusat pertahanan Belanda tahun 1877.
Untuk menghadapi Perang Batak (sebutan perang di Sumatra Utara), Pemerintah Hindia Belanda menarik pasukan dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak. Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur, sehingga seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda.
6) Perang Banjar
Pangeran Antasari |
Perang Banjar berawal ketika Pemerintah Hindia Belanda campur tangan dalam urusan pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin. Belanda memberi dukungan kepada Pangeran Tamjid Ullah yang tidak disukai rakyat. Pangeran Antasari dengan kekuatan 300 prajurit menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron pada tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dilakukan oleh Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu dengan dibantu para panglima dan prajuritnya yang setia.
Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun 1859, Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom tertangkap Belanda, dengan bantuan pasukan dari Belanda, pasukan Pangeran Antasari dapat didesak. Tahun 1862 Pangeran Hidayat menyerah dan berakhirlah perlawanan Banjar di pulau Kalilmantan. Perlawanan benar- benar dapat dipadamkan pada tahun 1866.
7) Perang Jagaraga di Bali
Perang Jagaraga berawal ketika Pemerintah Hindia Belanda dan kerajaan di Bali bersengketa tentang hak tawan karang. Hak tawan karang berisi bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali merupakan hak penguasa di daerah tersebut. Pemerintah Belanda memprotes Raja Buleleng yang menyita dua kapal milik Belanda. Raja Buleleng tidak menerima tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya, persengketaan ini menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap kerajaan Buleleng tahun 1846. Belanda berhasil menguasai kerajaan Buleleng, sementara Raja Buleleng menyingkir ke Jagaraga dibantu oleh Kerajaan Karangasem.
Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Pemerintah Hindia Belanda melanjutkan ekspedisi militer tahun 1849. Dua kerajaan Bali, Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran Belanda. Tahun 1906, seluruh kerajaan di Bali jatuh ke pihak Pemerintah Hindia Belanda setelah rakyat melakukan perang habis-habisan sampai mati, yang dikenal dengan Perang Puputan.
8) Perang Tondano di Sulawesi Utara
Perang Tondano terjadi pada masa penjajahan HIndia Belanda, baik pada masa VOC maupun pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa (Tondano) Sulaewsi Utara sebelum kedatangan bangsa Belanda. Hubungan dagang orang Minahasa dengan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai abad XVII hubungan dagang antara mereka mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang dari Belanda. Waktu itu VOC telah berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate.
VOC berusaha memaksakan kehendak mereka agar orang-orang Minahasa menjual hasil berasnya kepada VOC. Orang-orang Minahasa menentang usaha monopoli dari VOC tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi VOC, mereka memilih upaya memerangi orang-orang Minahasa. Untuk melemahkan orang-orang Minahasa, VOC membendung Sungai Temberan. Akibatnya aliran sungai tersebut meluap dan menggenangi tempat tinggal rakyat dan para pejuang Minahasa. Orang-orang Minahasa kemudian pindah ke Danau Tondano dengan rumah-rumah apung.
Perang Tondano terjadi lagi pada abad ke-19. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels, dimana Minahasa dijatah untuk mengumpulkan calon pasukan sejumlah 2000 orang yang akan dikirim ke Jawa. Orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan program Belanda untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Banyak di antara para ukung mulai meninggalkan rumah. Mereka justru ingin mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Gubernur Prediger mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-orang Minahasa di Tondano-Minawanua. Belanda kembali menerapkan strategi dengan membendung Sungai Temberan. Prediger juga membentuk dua pasukan tangguh. Pasukan pertama dipersiapkan untuk menyerang dari Danau Tondano dan pasukan yang lain menyerang Minawanua dari darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berkobar. Pasukan Hindia Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan serangan dan merusak pagar bamu berduri yang membatasi danau dengan perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di Minawanua. Karena waktu sudah malam maka para pejuang dengan semangat yang tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah.
Pasukan Belanda merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi kehidupan. Pasukan Prediger mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari perkampungan itu orang-orang Tondano muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga korbanpun berjatuhan dari pihak Belanda. Pasukan Pemerintah Hindia Belanda terpaksa ditarik mundur. Seiring dengan itu Sungai Temberan yang dibendung mulai meluap sehingga mempersulit pasukan Belanda sendiri. Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung Minawanua, tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau tidak mampu mematahkan semangat juang orang-orang Tondano-Minawanua. Bahkan terpetikik berita kapal yang paling besar yang di danau tenggelam.
Perang Tondano II ini berlangsung cukup lama, sampai bulan Agustus 1809. Dalam suasana kepenatan dan kekurangan makanan mulai ada kelompok dari pejuang yang mulai memihak kepada Hindia Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuang Tondano terus memberikan perlawanan atas gempuran pasukan Belanda yang terus menerus. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankan. Para pejuang itu memilih mati dari pada menyerah. Mayat-mayat mereka telah lenyap di dasar danau bersama lenyapnya kemerdekaan dan kedaulatan tanah Minahasa.
Strategi Belanda Menghadapi Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda
Para pahlawan kita telah menunjukkan kegigihannya melawan penjajahan pemerintah Hindia Belanda. Namun, sampai akhir abad XIX, Belanda belum juga berhasil diusir dari bumi Indonesia. Apakah kalian menemukan hubungan lokasi Indonesia dengan kesulitan mengusir penjajah? Pada bagian sebelumnya kalian telah mempelajari keunggulan lokasi Indonesia yang terdiri atas iklim, geostrategis, dan kondisi tanah. Ketiga hal tersebut berdampak langsung pada kegiatan ekonomi, transportasi, dan komunikasi. Kondisi Indonesia yang berpulau-pulau menyulitkan transportasi dan komunikasi masyarakat pada masa lalu. Akibatnya rakyat Indonesia melakukan perlawanan hanya terbatas di daerahnya sendiri. Hal ini dimanfaatkan Pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan strategi memecah belah bangsa Indonesia.
Pemerintah Hindia Belanda juga menggunakan strategi mengasingkan para pemimpin perlawanan. Sebagai contoh Pangeran Diponegoro diasingkan di Sulawesi, Cut Nya Dien diasingkan di Jawa Barat, Tuanku Iman Bonjol juga diasingkan ke Ambon. Strategi tersebut merupakan upaya Belanda memutus komunikasi pemimpin dengan rakyat.
Terbatasnya komunikasi dan transportasi pada masa lalu, menyebabkan terputusnya hubungan pemimpin dengan pengikut. Para pemimpin tentu kesulitan untuk memimpin perlawanan dengan surat-menyurat bukan?
Ref: ^ipsgampang.blogspot.com/2014/08/perlawanan-terhadap-pemerintah-hindia.html