Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi.
Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan jender. Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. “Hak istimewa” yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai “barang” milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.
Perempuan berhak memperoleh perlindungan hak asasi manusia. Kekerasan terhadap perempuan dapat berupa pelanggaran hak-hak berikut:
- Hak atas kehidupan
- Hak atas persamaan
- Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi
- Hak atas perlindungan yang sama di muka umum
- Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental yang sebaik-baiknya
- Hak atas pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang baik
- Hak untuk pendidikan lanjut
- Hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau bentuk kekejaman lain, perlakuan atau penyiksaan secara tidak manusiawi yang sewenang-wenang.
Kekerasan perempuan dapat terjadi dalam bentuk:
- Tindak kekerasan fisik
- Tindak kekerasan non-fisik
- Tindak kekerasan psikologis atau jiwa
Tindak kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa atau menganiaya orang lain. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan, kaki) atau dengan alat-alat lainnya.
Tindak kekerasan non-fisik adalah tindakan yang bertujuan merendahkan citra atau kepercayaan diri seorang perempuan, baik melalui kata-kata maupun melalui perbuatan yang tidak disukai/dikehendaki korbannya.
Tindak kekerasan psikologis/jiwa adalah tindakan yang bertujuan mengganggu atau menekan emosi korban. Secara kejiwaan, korban menjadi tidak berani mengungkapkan pendapat, menjadi penurut, menjadi selalu bergantung pada suami atau orang lain dalam segala hal (termasuk keuangan). Akibatnya korban menjadi sasaran dan selalu dalam keadaan tertekan atau bahkan takut.