Nyaris tanpa promosi, tapi hanya dalam tempo setahun mampu membangun komunitas online yang sukses dan menarik sembilan juta anggota. Mimpi? Tidak. Friendster.com telah membuktikan, tanpa gegap gempita iklan, hanya mengandalkan jaringan anggotanya, mampu menjadi fenomena Internet tahun ini sehingga jadi incaran para pemodal kelas kakap.
Hebatnya, meski masih dalam versi beta, Friendster telah meraup dana US$ 13 juta atau sekitar Rp 130 miliar dari modal ventura dan pemain Internet kelas berat seperti mantan CEO Yahoo! Tim Koogle, mantan CEO Paypal Peter Thiel, serta mantan VP Amzon.com Ram Shriram.
Mengapa Friendster baru diperkenalkan tahun lalu dapat menjadi begitu fenomenal? Jawabannya sederhana: karena menawarkan arsitektur baru berkomunikasi yang tak mungkin dilakukan di dunia nyata. Ketika kita bertemu seorang teman, misalnya, kita hanya melihat sosok dia semata. Kita nyaris tak pernah membayangkan, bahkan tidak tahu, siapa saja teman sang teman kita. Mustahil pula kita memetakan siapa teman dari teman sang teman kita itu. Friendster mampu membuka tabir keterkaitan yang amat rumit di dunia nyata menjadi sederhana namun menarik di dunia maya.
Pengguna Friendster memahami betul betapa hal yang nyaris mustahil itu bisa terwujud di sana. Ketika pertama kali mendaftar menjadi anggota Friendster, Anda dipersilahkan membuat halaman web personal, dengan mengisi data-data pribadi dengan foto-foto diri. Selain nama, informasi yang dapat diisi adalah asal sekolah, tempat kerja, buku dan film favorit. Dengan mengisi info yang benar, Anda akan dengan mudah menemukan teman yang punya hobi sama, pernah kerja di tempat yang sama, atau dari sekolah yang sama. Saya misalnya, memasukkan Karl May sebagai pengarang idola, dengan amat mudah menemukan pecinta pengarang buku Winnetou itu. Betapa kagetnya saya ketika mendapatkan teman lama yang tak saya sangka sedikitpun sebagai pembaca setia serial petualangan Winnetou dan Old Shutterhand. Mudah ditebak, saya jadi punya teman diskusi petualangan dua sahabat itu di Amerika dan Balkan.
Tujuan Anda ikut Friendster juga wajib diisi, apakah mencari teman kencan, sekadar menolong orang lain, atau sekadar berteman (activity partner). Status juga perlu dinyatakan (sudah punya pasangan atau dalam pencarian pasangan). Informasi lain yang dapat diisi dalam data personal adalah “siapakah sesungguhnya Anda (menurut deskripsi Anda sendiri)” serta “ingin bertemu orang seperti apa”. Dengan membaca dua kolom ini saja Anda langsung harus paham apakah Anda bisa menjadi teman seseorang atau tidak. Jika anda lelaki dan menemukan anggota Friendster perempuan dengan informasi “Cowo dilarang masuk, tak usah add sebagai teman, pasti tidak ditanggapi”, dan di daftar temannya hanya berisi sesama kaum Hawa, Anda harus mahfum.
Mengundang orang lain dalam jaringan teman adalah fasilitas paling unik Friendster. Begitu orang yang Anda undang sebagai teman setuju, foto dan nama mereka akan tampil dalam halaman personal Anda. Hebatnya, Anda juga langsung terhubung pada teman-teman dari teman Anda tersebut. Begitu juga sebaliknya, teman baru Anda langsung terhubung ke teman-teman Anda. Danah Boyd, pengamat Friendster yang kini diakui sebagai guru “social network” oleh para programmer dan pemodal ventura dunia, mendeskripsikan Friendster secara tepat: “Friendster adalah sebuah wahana yang secara tegas menyatakan siapa saja teman anda, bagaimana profil mereka, dan mempersilahkan mereka untuk saling melihat melalui jalur Anda.”
Bayangkan saja, Anda yang memiliki hanya 18 teman di Friendster, bisa terhubung ke jaringan teman dari 18 teman Anda, dan tanpa sadar Anda terhubung ke lebih dari 15 ribu orang dalam sebuah jaringan teman dalam sekejap. Itu pun masih dilengkapi dengan berbagai fitur menarik lainnya untuk berkomunikasi. Ada pesan personal yang hanya bisa dikirim oleh teman dalam jaringan. Ada bulletin board yang berisi pesan-pesan yang dapat dibaca oleh semua teman dalam jaringan. Ada pula fasilitas testimonial, di mana teman-teman Anda dapat mengisi kesan-kesan mengenai Anda. Friendster benar-benar merupakan perpaduan luar biasa antara email, bulletin board, personal web serta “jaringan sosial”.
Pesona baru dunia maya inilah yang menyihir sebagian besar pengguna awal Friendster terhenyak di depan komputer, menghabiskan banyak waktu di dunia maya tersebut. Mereka keasyikan menelusuri jaringan teman, menemukan kejutan-kejutan baru dari teman-teman baru, mengundang teman-teman baru, memeriksa testimonial yang dikirim teman-teman lama, mengecek pesan baru, dan seterusnya. Tak mengherankan jika Friendster yang semula dirancang untuk ajang kencan online, kini berkembang jauh lebih luas dan hebat. Dalam sekejap anggotanya melesat menjadi 9 juta. Bukan hanya anak-anak muda yang tertarik menjadi anggotanya. Kalau kita search anggota yang usianya di atas 40, tidak sedikit nama yang muncul. Dengan fitur-fitur yang mudah digunakan pemakai internet pemula, Friendster memang tidak menghalangi siapapun antara usia 10 sampai 60 tahun untuk bergabung.
Ada seorang anggota yang mengatakan, “Friendster itu ibarat candu, sekali pakai ketagihan!” Komentar ini ditulis oleh pria berusia 34 tahun, dan sudah punya satu anak. Ia mengaku membuka Friendster setiap hari untuk melihat adakah kawan lama (dan baru) yang menemukannya, dan apakah kawan-kawan yang ia ajak bergabung sudah menanggapi emailnya dan masuk dalam lingkarannya temannya. Satu lagi anggota Friendster bercerita kalau ia tercengang-cengang mengetahui kawannya yang tampak alim, pendiam dan sering berkhotbah, ternyata penggemar Linkin’ Park. “Ini hanya bisa saya ketahui lewat Friendster,” komentarnya sambil tertawa.
Tentu masih banyak kelemahan Friendster. Salah satunya adalah munculnya Fakester, istilah bagi mereka yang membuat profil palsu di Friendster dan membuat jaringan teman palsu. Kelemahan lain, siapa saja dapat membuat account di Friendster, sehingga ada account atas nama lembaga, termasuk Universitas Gadjah Mada dan Mailing List para pecinta marketing paling aktif di Indonesia, Marketing Club. Mana ada Universitas atau Mailing List punya teman?
Tapi kelemahan itu tidak mengurangi daya tarik Friendster. Bagi anggota, Friendster adalah wahana menarik. Bagi sang penemu, inilah wahana bisnis yang sungguh menggiurkan. Potensi pendapatannya sangat besar. Iklan online di Friendster saat ini memang belum banyak karena masih versi beta. Namun banyak calon pemasang iklan yang lebih tertarik memasang iklan di sebuah komunitas yang profil anggotanya jelas seperti Friendster. Apalagi jika iklannya dapat dipersonalisasi, dikirim ke target audience yang cocok dengan iklannya.
Pendapatan kedua adalah dari keanggotaan. Saat ini memang masih gratis. Namun sudah ada kasak kusuk untuk mengutip biaya untuk layanan khusus Friendster versi finalnya dengan biaya US$ 9,95 atau Rp 99,5 ribu per bulan. Asumsikan 10% saja dari anggota yang sekarang rela merogoh koceknya, maka pendapatan tahunan Friendster sekitar US$ 107,46 juta.
Menggiurkan memang. Tak heran jika nama-nama lain muncul menawarkan jasa sejenis Friendster, seperti Orkut dan Multiply. Orkut yang dibuat oleh salah satu orang Google bentuknya hampir mirip Friendster, sedangkan Multiply menyediakan mini website bagi tiap anggota yang lebih banyak fiturnya dibanding sekedar halaman anggota. Anggota Multiply mendapat halaman dengan alamat URL individu yang bisa diakses langsung tanpa harus masuk dari halaman kita seperti yang Anda perlu lakukan di Friendster.
Kini lahir pula Spoke dan LinkedIn, yang lebih berorientasi pada komunitas bisnis. Sama seperti Friendster, kedua wahana baru ini berhasil merayu investor. Spoke mendapat suntikan modal US$ 20 juta sedangkan LinkedIn US$ 4,7 juta. Dunia Dotcom yang sempat tenggelam, kini bangkit lagi berkat Friendster. (katz)