Disuatu desa yang terdapat di wilayah Blitar, hiduplah seorang remaja yang bernama Allea. Dia gadis cantik, berparas bening, tinggi, baik hati, dan dia merupakan kembang desa di desa tersebut. Allea sangat rajin, dia suka membantu orang tuanya bekerja di sawah. Selain itu, dia juga pintar dan berprestasi di sekolahnya.
Pada suatu pagi yang sangat cerah, Allea datang ke rumah sahabatnya yang bernama Anet. Dia adalah sahabat Allea sejak kecil. Lama mereka berbincang-bincang, kemudian ada seorang cowok yang berjalan menuju arah rumah Anet, dan sebelum mereka memulai pembicaraannya, tiba-tiba saja Anet memperkenalkannya kepada Allea. Setelah pembicaraan itu, Allea menjadi tahu kalau cowok itu adalah kakak keponakan Anet dan dia bernama Awi.
Awi, pria tampan, tinggi, baik hati, dan sangat pandai bergaul. Dia mempunyai banyak teman, baik dari kalangan orang mampu maupun orang yang tidak mampu. Lama-kelamaan, hubungan pertemanan Awi dan Allea menjadi sangat akrab. Sehari tak berkomunikasi saja dirasanya bagai samudra yang mengering. Mereka menganggap hubungannya hanya sebagai kakak adik. Tanpa diduga, mereka merasakan getaran-getaran cinta yang sangat menakjubkan. Allea dan Awi memendam semua itu dan menjadikan mereka tersiksa terhadap batin dan perasaan mereka sendiri.
Hubungan pertemanan mereka terus berlanjut. Hingga suatu malam, Awi mengajak Allea untuk bertemu, mereka bertemu di suatu tempat yang sudah direncanakan oleh Awi. Yaitu di sebuah taman yang sangat indah, dipenuhi terangnya lilin dan kemerlap bintang yang bercahaya di langit.
“Allea, bolehkah aku berkata sesuatu padamu?” tanya Awi.
“Boleh, apa Awi?” jawab Allea.
“Allea, sebenarnya sudah lama aku memendam perasaan ini, dan selama waktu itu, hal ini yang membuat batinku tersiksa. Aku suka kepadamu, aku sayang padamu Allea. Aku ingin engkau menjadi kekasih hati dan bunga jiwaku. Dan aku menginginkan hanya kaulah yang mengisi relung hatiku yang selama ini kosong. Bagaimana dengan kamu Allea….?” Kata Awi dengan hati yang jujur.
“Aku…….?” Allea gugup mendengar Awi mengucapkan pernyataan itu.
“Iya, kamu Allea. Aku sayang kepadamu,” Awi mengulangi ucapannya tadi.
“Sebenarnya, aku juga merasakan perasaan yang sama denganmu Awi, dan selama ini aku juga tersiksa dangan perasaanku sendiri,” jawab Allea dengan perasaan was-was.
“Jadi, kau menerima cintaku Allea…?” tanya Awi.
Allea hanya mengangguk dan tersenyum. Tapi, dengan isyarat itu Awi mampu membaca pesan yang disanpaikan Allea. Awi bahagia. Awi senang. Perasaan dalam hatinya berbunga-bunga, dan tak lupa Awi bersyukur pada yang Maha Kuasa atas kehendak-Nya mempersatukan Awi dengan gadis pujaannya. Tanpa rasa sungkan, Awi langsung memeluk Allea dan mengecup keningnya. Alleapun juga merasakan perasaan bahagia dan senang, yang sama persis dengan apa yang Awi rasakan.
Setelah kejadian malam itu, Awi terus memberikan seluruh perhatiannya kepada Allea, gadis yang dicintainya. Awi merasa ini adalah surga dunianya. Lambat laun, Awi memberanikan diri mengajak Allea untuk bersilaturrahmi, tepatnya berkenalan dengan orang tua Awi.
Awi menjemput Allea di rumahnya, dia tersenyum melihat Allea. Dia sangat cantik, lain dari biasanya yang Awi lihat. Awi bergegas turun dari motor dan langsung masuk ke rumah Allea.
“Sudah siap Allea?” tanya Awi.
“Sudah. Tapi aku malu pergi ke rumahmu Awi!” jawab Allea.
“Kenapa mesti malu Sayang, cuma maen ke rumahku saja kok, nggak papa. Anggap saja rumah sendiri, dan orang tuaku itu orang tuamu juga. Sudahlah, ayo kita berangkat. Lebih cepat lebih baik,” jawab Awi sambil menggenggam tangan Allea dan mengajaknya untuk cepat-cepat berangkat. Tapi, Allea menaruk tangan Awi dan menahannya untuk melangkah.
“Kenapa lagi Allea?” Tanya Awi.
“Aku malu Awi!” jawab Allea sambil merengek seperti anak kecil.
Tanpa menjelaskan panjang lebar kepada Allea, Awi langsung menggandeng tangan Allea dan menyuruhnya untuk menaiki sepeda motor. Awi menggonceng Allea. Dalam perjalanan, Allea sangat gelisah membayangkan apa yang terjadi dengannya di rumah Awi. Awi terus menenangkan keadaan Allea agar tidak gelisah dan khawatir lagi.
“Sudahlah Allea, tenang saja. Orang tuaku itu baik. Kamu pasti disambut baik oleh mereka,” kata Awi sambil menggenggan dan menenangkan hatu Allea.
“Iya, aku tahu. Tapi aku belum siap Awi!” kata Allea menjelaskan.
“Kita sudah setengah perjalanan Allea, sangat rugi jika kita harus putar balik dan membatalkan silaturrahmi yang baik ini,” kata Awi.
“Ya sudahlah, aku ikut denganmu saja,” jawab Allea yang tidak berdaya untuk membantah ucapan Awi.
30 menit perjalanan, dirasa Allea cukup singkat. Sesampainya di rumah Awi, Allea segera masuk ke dalam rumah. Mereka berdua berbincang-bincang dengan kedua orang tua Awi. Setelah dirasa cukup lama, Allea pamit untuk pulang dan duantar oleh Awi.
Sebulan berlalu, tahun baru 2010pun tiba. Awi dan Allea membicarakan tentang liburan tahun baru saat mereka berdua berkomunikasi. Tapi setelah mempertimbangkan semuanya, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk tidak pergi kemana-mana.
Suatu sore Awi mengobrol dengan ayahnya. Dan ayahnya bertanya tentang hubungannya dengan Allea. Setelah cukup lama mereka berbincang-bincang, kemudian ayah Awi mengatakan kalau hubungan mereka tidak boleh diteruskan dengan alasan bertentangan dengan mitos jawa, yaitu arah rumah mereka yang ‘ngidul-ngetan’ atau ‘ngalor-ngulon’. Dan jika itu dilanggar, maka akan terjadi suatu musibah diantara kedua keluarga.
Hari demi hari, Awi lalui dengan perasaan cemas dan takut. Dia takut mengutarakan semua itu kepada Allea. Awi takut mengecewakkannya. Setiap malam Awi tidak bisa tidur, sampai dia membulatkan tekad untuk membicarakan semuanya kepada Allea.
Pada suatu malam, Awi bertemu dengan Allea dan mengatakan bahwa hubungan mereka tidak disetujui oleh orang tua Awi dengan alasan arah rumah nereka yang ‘ngalor-ngulon’ atau ‘ngidul-ngetan’. Allea merasa shock dan ingin pingsan. Tapi dengan ketegarannya, dia mampu untuk mendengar penjelasan dari Awi.
Setelah pertemuan itu, Allea pulang dan dia tidak langsung tidur. Dia iseng mendengar radio dari handphonenya, dan saat itu mengalun lembut sebuah lagu dari Lovarian. Allea mendengar lagu itu dan menangis tersedu-sedu. Dia tetap memikirkan Awi, orang yang sangat dicintainya. Dia tak pernah lepas dari bayangan wajah tampan Awi, dan semuanya yang berhubungan dengan Awi, kenangan saat Allea bersamanya.
Allea pasrah bagaimana nasib hubungannya dengan Awi, mereka berdua berfikir bahwa tidak munkin lagi untuk bersatu. Tetapi mereka berdua sepakat untuk melanjutkan hubungan mereka.
2 tahun berlalu, Allea lulus SMA dengan nilai yang sangat memuaskan. Hubungannya dengan Awi juga semakin baik. Awi sangat bangga dan mendukung Allea, apapun yang akan dia lakukan.
Allea memutuskan untuk kuliah dahulu, dia kuliah di salah satu PTN di Malang. Setelah kuliah Allea berjalan selama 5 tahun, tepatnya saat Allea berumur 22 tahun. Keluarga Awi sudah membuka hatunya untuk menerima Allea dan menghapus tentang mitos jawa kepercayaan mereka. Keluarga Awi dan keluarga Allea mangadakan pertekeluarga guna membicarakan hari baik untuk pernikahan mereka. 1 bulan kemudian, hari bahagiapun tiba. Dan pesta pernikahan Awi dan Allea dilaksanakan secara islami. Akhirnya, mereka berdua hidup bahagia.
Check Also
Menggali Lebih Dalam tentang Dogmatis: Apa Itu dan Bagaimana Ini Memengaruhi Pikiran Manusia?
Dogmatis adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan sikap atau keyakinan yang keras kepala dan …