(Suami Tidak Harus Yang Terdepan) Tulisanku kali ini yang memberi judul suami tercinta. Pada awalnya aku ingin memberi judul “Jangan Ragu Untuk Bersedekah”, tapi nampaknya anaknya mertua memberikan judul terakhir seperti ini, padahal tadinya ia juga punya inisiatif untuk memberi judul “Suami Istri Harus Saling Mengingatkan”. Ah kenapa harus meributkan soal judul yah. Hehehhe…. Apapun judulnya yang penting isinya aku harap bisa bermanfaat untuk semuanya. Karena aku ingin juga menjadi manusia yang bisa bermanfaat untuk manusia lainnya. Tentu suamiku juga punya alasan sendiri kenapa ia memilih judul seperti ini.
Begini….
Suatu ketika aku dan suami jalan-jalan untuk menikmati keindahan Blitar kota kita tercinta. Bumi bung Karno yang sangat terkenal dengan pecel dan juga es pleretnya. Ya maklumlah kesibukan suami bekerja membuat ia jarang sekali menikmati waktu-waktu berdua dengan saya tentunya. Mungkin ia ingin memberikan kesenangan kepada istrinya, suamiku mengajakku untuk menghirup udara segar sore itu. Pas banget yah! Hari itu hari sabtu soalnya seperti rutinitas orang –orang weekend sangat ayik sekali untuk menikmati libur dengan keluarga. Jadinya..jalan-jalan ramai, tempat-tempat yang biasanya buat nongkrong anak muda sudah padat sejak petang. Atas inisiatifku kupilih bersantai di depan Masjid Agung Blitar, menikmati jajanan jagung bakar sambil menyaksikan keriuhan alun-alun, hiruk pikuk orang berlalu lalang dengan aktivitasnya masing-masing. Sambil menunggu dua jagung bakar pedas dan manis, aku mulai membuka obrolan dengan suami. Kebetulan dari halaman masjid muncul seorang bapak-bapak dengan baju kokonya, kopyah putih disertai sorban menggantung dilehernya. Tak lama kemudian ia berlalu dengan mobil keluaran terbaru meninggalkan masjid
“Aku ikut senang melihat orang-orang kaya seperti itu, …”
Komentar khas suamiku saat melihat orang bermobil memakai pakaian muslim atau muslimah, memperhatikan ibadahnya walaupun ia sudah di penuhi kenikmatan dunia tapi ia tidak pernah melupakan kewajibannya terhadap Allah SWT.
Tak lama kemudian 2 buah jagung bakar sudah diantarkan pelayan untuk kami. Selera kami memang berbeda pedas untukku dan yang manis untuk suamiku. Sebenarnya ada hal lucu saat itu, suamiku sangat jarang-jarang sekali mau diajak jajan di tempat ramai seperti ini, apalagi di pinggir jalan. Tapi tidak tahulah tiba-tiba ia minta di pesankan yang manis, padahal biasanya ia hanya menemaniku saja dan tidak mau makan. Kalau aku sih terlalu cuek untuk memikirkan jaga image. Maklumlah suamiku itu orangnya pemalu juga riskan kalau harus makan di antara keramaian, kecuali mendesak atau acara resmi tentunya.
“Gimana makannya ini?”
Tanyanya padaku… aku ingin tertawa karena pertanyaannya itu. Mungkin ia bingung mau menggigitnya langsung tidak mungkin. Kurang terbiasa atau apa yang jelas kalau di rumah dia tidak biasa makan tanpa sendok. Lain seperti aku yang lebih suka memakai tangan.
“Ya di brakoti (digigit Red)” jawabku sambil tersenyum melihat tingkah konyolnya.
Pertama yang ia lakukan ialah mencoba mengambil biji-biji jagung itu dengan tangannya. Karena jagungnya masih sangat muda susah sekali deh, akhirnya ia mau juga menggigitnya, tentu saja ia tidak bisa bertahan soalnya bisa belepotan tangannya terkena mentega yang sudah mencair dan berminyak. Aku tersenyum memandanginya, ah ternyata ia telaten juga menemaniku seperti ini. Padahal aku tahu ia sangat bingung menikmati jagung bakar yang ada di tangannya itu.
Di tengah acara makan-makan kami datang seorang perempuan separuh baya. Penampilannya rapi, kulitnya juga cerah, pakaianya walaupun sederhana tapi bersih. Hanya saja ia tidak memakai alas kaki. Menampakkan muka melas kemudian mengulurkan tangan meminta sedekah pada suamiku. Dengan sopan suamiku melambaikan tangan tanda ia tidak mau memberi. Dalam hati aku bertanya kenapa?
“Kok nggak dikasih sih sayank..?” tanyaku hati –hati padanya
“Mamah liat penampilannya enggak tadi?” eh ia malah balik bertanya padaku. Jelas aku tahu maksudnya, perempuan itu memang seperti orang baik-baik saja. Ia tidak bisa dikatakan orang yang harus di kasihani, tapi….
“Ya ……itu tetep enggak bisa dijadikan alasan donk yank” aku memberanikan diri untuk protes.
“Sayank…sekarang itu banyak orang menipu, pura-pura agar dikasihani padahal disekitar kita masih banyak yang membutuhkan, lebih baik kan Papah kasih ke tetangga kita yang kurang mampu Mah”
Aku hanya tersenyum, suamiku orangnya memang realistis, jadi setiap sesuatu selalu di pikirkan dengan logika. Yah.. dia benar dilihat dari penampilannya memang wanita itu sedikit meragukan, dalam hati aku juga protes bagaimana kita bisa bersedekah dengan ikhlas kalau kita masih ragu – ragu. Menurutku kalau kita bersedekah awalnya dari niat. Asal kita ada niat sedekah dapat diberikan kepada siapapun sekiranya membutuhkan. Niat dan apa yang kita lakukan sudah di catat sebagai amalan baik oleh malaikat, walaupun kemudian disalah gunakan itu urusan yang menerimanya. Kemudian yang bisa aku lakukan hanyalah berdo’a dalam hati semoga aku bisa menyadarkan suami dan juga bisa menjelaskannya dengan apapun itu. Karena aku juga pernah mempelajari tentang ilmu bersedekah, termasuk kejadian seperti ini. Yah namanya manusia tempatnya salah dan lupa. Semoga saja aku bisa menemukan jawabannya dan mempelajarinya dengan suami.
Setelah kejadian itu beberapa hari kemudian aku mengantarkan Naufal anak sulungku jalan-jalan ketempat yang sama. Kubilang anak sulung bukan berarti ia sudah mempunyai saudara hanya saja aku ingin sekali memiliki anak lagi, aku ingin menjadikan Naufal sebagai seorang kakak. Suatu hari saat menonton pengajian pagi di televisi Ustadzah kondang Mamah Dedeh pernah berbagi ilmu. Disitu dijelaskan bahwa kita harus pandai-pandai mendidik anak pertama, karena anak pertama adalah seorang yang nantinya di jadikan panutan untuk adik-adiknya. Kalaupun kita sukses mendidik anak pertama Insyaallah kita juga mudah untuk mendidik adik-adiknya. Anak pertama sebagai pemberi contoh dan juga sebagai wakil dari orang tuanya untuk mengajari serta mengawasi adik-adiknya. Puas mengajaknya berkeliling aku menyempatkan diri untuk mampir di penjual buku bekas. Dari kecil selain menulis aku juga memiliki hobby baca jadi apapun jenis bukunya aku tak peduli, asal bisa kubaca tak ada yang terlewatkan bahkan bekas koran bungkus belanjaan pun tak luput dari mataku. Dari sekolah dulu tempat nongkrongku adalah perpustakaan, kalaupun teman-temanku asyik berbelanja baju aku lebih suka mengunjungi toko buku. Siang itupun aku kembali berkutat dengan tumpukan majalah dan buku-buku bekas yang bisa di temukan di kios buku dan majalah bekas di trotoar alun-alun. Ketika asyik bermesra dengan buku-buku bekas, tiba-tiba aku disodori tabloid bekas islami oleh bapak pedagangnya. Sambil tersenyum kuucapkan terimakasih lalu kubuka lembar demi lembar isi dari tabloid tersebut. Didalamnya kudapati artkel menarik tentang shodaqoh. Arikel itu berjudul “Batal Dapat Istana” menolak membantu janda miskin.
Tiba-tiba aku teringat kejadian kemarin, ketika aku sedang menikmati jagung dan ada pengemis yang kata suamiku peminta-minta gadungan meminta sedekah kepadanya. Tanpa berfikir panjang segera kubayar tabloid yang barusan kubuka. Alhamdulilah….ini mungkin jawaban dari do’aku kemarin. Sepanjang perjalanan aku tak pernah berhenti memikirkan isi dari artikel tabloid yang sudah ada di tasku. Aku jadi tidak sabar ingin segera sampai dirumah. Perjalanan dari alun-alun ke rumah yang sebenarnya hanya sekitar 10 menit menjadi begitu lama, serasa berjam-jam menempuh perjalanan.
Sesampainya di rumah kubuka lagi tabloid itu aku baca dari baris pertama hingga akhir kata dari artikel tentang sodaqoh. Didalam majalah di ceritakan ada seorang muslim didatangi seorang janda Awalaiyah yang kelaparan di tengah perjalanan. Sebenarnya ada dua rumah yang ia singgahi. Satu rumah dari seorang muslim dan satunya rumah seorang Majusi. Karena ia yakin seorang muslim itu mau menolongnya yang pertama ia ketuk adalah pintu dari si muslim. Tapi, ketika si janda mengutarakan niatnya untuk minta sedekah si muslim nampak ragu-ragu dan tidak yakin janda tersebut adalah seorang Awaliyah. Maka ia berkata
“Tunjukakn bukti bahwa kamu adalah bangsa Awaliyah, karena tanpa bukti itu aku tidak percaya”
“Dikampung ini tidak ada yang mengenali kami tuan, kami baru datang dari luar kota, aku dan ketiga anakku yang ada di masjid sedang kelaparan” jawab janda itu dengan suara mengiba. Mendapat jawaban itu sang tokoh muslim pun tidak menghiraukannya. Karena mendapatkan jawaban yang kurang berkenan akhirnya janda itu meninggalkan rumah orang ahli ibadah tersebut. Kemudian ia mendatangi rumah Majusi. Disana ia diterima dengan baik, mereka malah di tampung untuk tinggal bersamanya di rumah tersebut.
Setelah kejadian itu si muslim mendapatkan mimpi buruk. Seakan-akan hari kiamat telah terjadi dan panji kebenaran berada diatas kepala Rasulullah SAW. Diapun sempat menyaksikan sebuah istana tersusun dari zamrud berwarna hijau. Kepada Rasulullah SAW dia berkata
“Wahai Rasulullah, milik siapa istana ini?”
“Milik seorang muslim yang Mengesakan Allah” jawab Rasulullah
“Wahai Rasulullah akupun seorang muslim”
“Coba tunjukkan kepadaku bahwa dirimu benar-benar seorang muslim yang Mengesakan Allah” jawab Rasulullah kepadanya. Dia pun bingung atas pertanyaan Rasululah kepadanya. Kemudian Nabi kembali bersabda
“Disaat wanita Awaliyah datang kepadamu, bukankah kamu berkata kepadanya “ ‘tunjukkan dirimu kepadaku’ Karenanya demikian pula yang harus kamu lakukan, yaitu tunjukkan dahulu mengenai bukti diri kamu sebagai muslim kepadaku!”
Sesaat kemudian lelaki muslimin itu terjaga dari mimpinya. Dan air matanya pun jatuh berderai,ia sangat menyesal. Iapun berkeliling kota mencari wanita Awalaiyah yang pernah meminta pertolongan kepadanya. Setelah ia mendapat informasi ia segera bergegas kerumah seorang Majusi yang telah menolong janda dan ketiga putrinya. Ia bermaksud membeli wanita tersebut tetapi lelaki Majusi menolaknya ia malah berkata
“Aku tidak akan melepaskannya, mereka telah tinggal dirumahku dan dari merekalah aku mendapatkan berkah, karena wanita itulah aku dan seluruh keluargaku masuk islam, dalam mimpiku Rasul bersabda bahwa aku dan seluruh keluargaku termasuk penduduk Surga dan akan mendapatkan istana di Surga” perkataan itu membuat tokoh muslim itu merasa terpukul. Iapun berjanji dalam hati akan memperbaiki diri dan berusaha memperbanyak sedekah.
Aku menghela nafas panjang. Alhamulillah yaRob, aku mengucap syukur, Allah telah menjawab kegundahan hatiku beberapa hari ini melalui tabloid bekas yang harganya tidak lebih dari lima ribu.
Kuraih HP ku tanpa membuang waktu aku segera membuka aplikasi untuk on line chating mencari suamiku. Aku terbiasa chating untuk kelancaran komunikasi kami berdua. Karena kalau di lakukan melalui sms atau telephone hanya akan mengganggu aktivitasnya bekerja. Cukup dengan chating itu lebih praktis karena ia tidak jauh dari computer dan selalu on line chating.
Akhirnya kudapati dia..
Aku bicarakan tentang hasil kesimpulanku dari apa yang barusan aku baca. Kira-kira begini pembicaraan kami
Session Start: Thu May 20 14:54:19 2010
Session Ident: Sephi4_Kangen
<Sephi4_Kangen> sayaaank…
<Put_ra> dalem yank
<Sephi4_Kangen> aku beli tabloid islam
<Sephi4_Kangen> ternyata doaku di didengar Allah
<Sephi4_Kangen> aku bisa buktikan kepada pean bahwa tindakan pean pada orang minta2 kemarin salah
<Sephi4_Kangen> ada wanita minta bantuan kepada orang muslim malah ditanya bukti keislamanya
<Put_ra> maksutnya?
<Sephi4_Kangen> sama seperti pean nanya2 dalam hati apa benar peminta2 beneran
<Sephi4_Kangen> akhirnya ia ga jadi sodaqoh
<Sephi4_Kangen> malam e mimpi hari kiamat bertemu baginda Rasul
<Put_ra> sampean mimpi bertemu dengan Rosul?
<Sephi4_Kangen> dia bilang pada Rasul kalo dia umatnya
<Put_ra> oalah
<Sephi4_Kangen> ditablioid Sayank…
<Put_ra> cerita di tabloid ya yank
<Put_ra> ooo
<Put_ra> iya gimana yanks
<Put_ra> lanjuts…
<Sephi4_Kangen> dan Rasul berkata mana bukti bahwa kamu umatku
<Sephi4_Kangen> bukankah kamu mengatakan pada wanita yang minta tolong padamu bukti dia seorang yang benar2
muslim
<Sephi4_Kangen> akhire wanita muslim ditolong non muslim
<Sephi4_Kangen> dan karena dapat berkah ia jadi masuk islam
<Sephi4_Kangen> dijanjikan surga dan istananya
<Put_ra> berarti papa salah ya kemarin?
<Sephi4_Kangen> dan yang muslim terpukul ia berusaha memperbaiki diri dan memperbanyak sodaqoh
<Put_ra> Astaghfirullah (besok jangan di ulangi lagi yank)
<Sephi4_Kangen> aku kan dah bilang salah
<Put_ra> papa di ingatkan ya
<Sephi4_Kangen> karena amal itu dasarnya niat
<Sephi4_Kangen> meskipun ga nyampek tapi
pahala kita sudah dicatat sebagai sodaqoh oleh malaikat
<Put_ra> iya yanks
<Sephi4_Kangen> urusan dia menipu itu yg nanggung dosanya dia
<Sephi4_Kangen> makane kemarin aku ngengkel
<Sephi4_Kangen> tapi nampaknya papah orangnya realistis
<Sephi4_Kangen> dalam hati aku berdoa semoga suatu hari dapat menjelaskan
<Put_ra> Realistis gimana yank?
<Sephi4_Kangen> dan hari ini aku dapatkan dari sebuah tabloid islami bekas
<Sephi4_Kangen> memandang dari teori dan logika saja
<Put_ra> uuh y anks
<Sephi4_Kangen> kedepane harus dirubah, yang lalu itu pelajaran bwat kita
<Sephi4_Kangen> pengalaman kan pelajaran barharga
Akhirnya…..
Aku tersenyum lega untuk yang aku dapatkan sepanjang hari ini. Dan setelah itu suamiku bisa menerima yang aku jelaskan. Ah senangnya…mungkin inilah yang ia maksud tentang bahwa suami tidak harus didepan. Ia juga harus mendengar istrinya. Karena memang pada dasarnya suami istri itu harusnya saling mengingatkan. Kan manusia tidak ada yang sempurna, makanya ia di tuntut untuk memanfaatkan akal dan pikirannya untuk selalu menggali berbagai ilmu. Disinilah letak maksud dari judul yang di pilih suamiku untuk tulsianku kali ini. Semoga bisa bermanfaat amiiin…(21 Mei’10 by Sephia)
(Write By Sri Widayati)