(Pengertian Hukum Menurut Beberapa Para Ahli) – Setidak-tidaknya ada sembilan arti hukum yang dipahami oleh masyarakat, yaitu: (i) hukum sebagai ilmu pengetahuan; (ii) hukum sebagai disiplin; (iii) hukum sebagai kaedah; (iv) hukum sebagai tata hukum; (v) hukum sebagai petugas; (vi) hukum sebagai keputusan penguasa; (vii) hukum sebagai proses pemerintahan; (viii) hukum sebagai perikelakuan yang teratur; dan (ix) hukum sebagai jalinan nilai-nilai.
“Ius est ars aequi et boni,” begitu jawab CELSUS ketika ditanyakan padanya arti hukum. Hukum adalah seni (dalam menerapkan) nilai kebaikan dan kepatutan.
PAUL SCHOLTEN dalam karya terkenalnya Algemeen Deel menyebut aktivitas hakim sebagai rechtsverfijning atau proses penghalusan hukum yang pada akhirnya juga terkenal sebagai rechtsvinding alias penemuan hukum. Artinya, di samping hukum positif yang tertulis dan terwadahkan, di bawah institusi kekuasaan manusia, sebenarnya selalu pula ada hukum kodrati yang akan menjadi nilai penguji terakhir. Nilai penguji terakhir yang juga mesti dipertimbangkan hakim dalam putusannya kasus per kasus, kondisi per kondisi.
Di dalam Ethica Nicomachea, ARISTOTELES menggambarkan keadilan sebagai capaian tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika. Apa makna keadilan menurutnya? ARISTOTELES membagi keadilan ke dalam dua hal (1) keadilan integral dan (2) keadilan spesifik.
Keadilan integral memuat nilai-nilai yang berlaku umum, sedang keadilan spesifik berhubungan dengan hasrat dan keinginan seseorang untuk menggapai kenikmatan yang sifatnya parsial.
Seperti apakah keadilan integral itu? Mengenai hal ini, tidak banyak yang dituliskan oleh ARISTOTELES dalam Ethica Nicomachea. Namun, sedikit banyak dapat disarikan, bahwa keadilan integral adalah apa yang semua orang dalam sebuah masyarakat tertentu anggap sebagai norma yang tak terbantahkan keberlakuannya.
Di kemudian hari, seorang filosof hukum, H.L.A. HART membagi hukum di dalam bukunya The Concept of Law ke dalam dua bagian (1) norma-norma primer dan (2) norma-norma sekunder. Segala hal yang berhubungan dengan moral itulah yang dimaksud HART dengan norma-norma primer, seperti misalnya harus ada larangan untuk membunuh.
Karya HART memang lahir dari analisa kritis atas pemikiran filosof hukum positivis, seperti JOHN AUSTIN yang menguraikan hukum sebagai suatu perangkat penghukum yang didukung oleh suatu kekuasaan tertentu.
Kenyataannya, apa yang dikukuhkan sebagai satu standar moral dalam hukum positif, belum tentu sejalan dengan norma-norma moral yang bersumber dari hukum kodrati. Contoh: hukum yang dipakai oleh pemerintahan Nazi Jerman.
Sebenarnya, kembali pada konsep hukum menurut PAUL SCHOLTEN, pada hakekatnya keberadaan hukum yang terwadahkan sekalipun, juga harus selalu mengalami proses penghalusan dan penyempurnaan.
Artinya, hukum tidak hanya bisa bersandar pada kekuasaan manusia yang statis saja. Hukum juga harus mampu mengikuti dinamika yang timbul akibat dari adanya hukum kodrati. Mengalir dari satu ruang ke ruang yang lain, dari satu waktu ke waktu yang lain.