Dalam sebuah studi yang ditujukkan untuk mencari jalan keluar mengurangi konsumsi rokok masyarakat, peneliti Inggris membuat kesimpulan bahwa kebijkan bungkus rokok polos memang dapat menghambat sesorang untuk memulai kebiasaan tak sehat ini.
Studi yang dimuat dalam jurnal Addiction menunjukkan kebijakan bungkus rokok polos yang dijalankan oleh Australia pada tahun 2012 telah membuat sebagian orang berfikir untuk merokok. Setelah kebijakan diterapkan jumlah orang yang merokok di tempat publik seperti cafe, bar, dan retoran berkurang.
Dalam studi lainnya namun tetap di jurnal yang sama peneliti mengungkapkan hal tersebut terjadi karena terus berrtambahnya peringatan yang disertai gambar yang menyeramkan atau sering disebut pictorial health warning (PHW). Dengan menghilangkan citra merek dari bungkus, orang akan semakain fokus terhadap PHW.
Editor jurnal Addiction Robert West menjelaskan efek dari bungkus polos ini akan berdampak bagi para perokok potensial yang belum memulainya.
“Bahkan bila bungkus yang berstandarisasi tidak memiliki dampak bagi perokok dan hanya menghentikan satu dari dua puluh pemuda untuk memulai merokok. Hal ini akan menyelamatkan 2.000 nyawa dalam setahun,”ujar West seperti yang dilansir dari Reuters (19/2/2015).
Pemerintah Inggris berencana akan menjadi negara kedua di dunia yang menjalankan kebijakan ini setelah Australia. Namun, kebijkan ini mendapat kecaman keras dari industri rokok yang berargumen penghilangan properti intelektual dapat meningkatkan kasus pemalsuan.
Seorang profesor ahli kecanduan tembakau dari King’s College London, Ann McNeill, mengungkapkan bahwa industry harusnya bersyukur masih dibebaskan untuk berjualan. Namun rokok yang ditemukan di jaman ini produk ini dipastikan tidak akan diijinkan beredar di pasaran.
“Untuk sebuah produk adiktif yang sudah banyak menimbulkan korban jiwa bagi pemakainya, industri rokok harusnya bersyukur mereka masih diijinkan memasarkan produk beracunnya,” tutup McNeill.