Sebentar lagi kita yang mengaku sebagai umat muslim akan menjalankan puasa sebulan penuh di bulan yang penuh berkah yaitu bulan ramadhan. Bagi umat muslim hukumnya adalah wajib untuk menjalankan puasa selama sebulan. Pada bulan tersebut Allah SWT juga akan melipat gandakan pahala kebaikan yang dilaksanakan oleh umatnya.
Umat muslim yang berhutang puasa di tahun lalu hukumnya adalah wajib untuk membayarnya. Kita dapat mengganti puasa di hari lain ataupun dengan cara membayar fidyah. Mengganti puasa yang telah ditinggalkan pada bulan Ramadhan sebelumnya berarti membayar kewajiban yang pernah ditinggalkan.
Walaupun sebenarnya membayar hutang puasa di hari lain tidak dapat menyamai pahala yang dilakukan di bulan ramadhan, tetapi paling tidak kita bisa menunaikan ibadah yang menjadi kewajiban umat muslim di bulan ramadhan.
Langkah Membayar Hutang Puasa Ramadhan
1. Apakah Membayar Hutang Puasa harus berurutan?
Membayar Hutang puasa boleh dilaksanakan secara berkelanjutan atau berurut-turut, dan juga dilaksanakan secara terpisa. Pembayaran hutang puasa ramadhan tidak wajib dibayar secara berurutan.
2. Hukum orang menunda hutang puasa
Waktu pembayaran hutang puasa sangat luas, tetapi masih banyak yang menyepelekan hutang puasa. kita tidak boleh menggampangkan/meremehkan (tasahul) terhadap hukum Allah swt
Kewajiban yang harus ditunaikannya adalah:
– Beristighfar dan bertaubat atas kelalaiannya menunda-nunda pembayaran utang puasa.
– Membayar qadha’ puasanya setelah Ramadhan.
– Membayar fidyah sebagai sanksi atas sikap tasahul-nya, yaitu berupa penyerahan bahan makanan pokok sebanyak 1 mud (satuan tradisional Arab, kira-kira sama dengan 6 ons dalam satuan metrik) kepada fakir-miskin sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkannya.
Menurut pendapat ulama dari kalangan Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah. Sementara menurut ulama-ulama Hanafiyah, membayar fidyah karena tasahul menunda qadha’ puasa tidaklah wajib.
3. Cara Membayar dan Berapa besar Fidyah
“Dan bagi orang-orang yang tidak mampu berpuasa, hendaklah mereka membayar fidyah memberi makan orang miskin… (QS. Al-Baqarah: 184)
Membayar fidyah ditetapkan berdasarkan jumlah hari yang ditinggalkan untuk berpuasa. Setiap satu hari seseorang meninggalkan puasa, maka dia wajib membayar fidyah kepada satu orang fakir miskin.
Sebagian ulama seperti Imam As-Syafi‘i dan Imam Malik menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah satu mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi SAW. Mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan seperti orang berdoa.
Abu Hanifah mengatakan dua mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah SAW atau setara dengan setengah sha‘ kurma atau tepung. Dan juga bisa disetarakan dengan memberi makan siang dan makan malam hingga kenyang kepada satu orang miskin.
Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 1 halaman 143 disebutkan bahwa bila diukur dengan ukuran zaman sekarang ini, satu mud setara dengan 675 gram atau 0,688 liter. Sedangkan 1 sha` setara dengan 4 mud . Bila ditimbang, 1 sha` itu beratnya kira-kira 2.176 gram. Bila diukur volumenya, 1 sha` setara dengan 2,75 lite
4. Orang yang harus membayar Fidyah
– Orang yang sakit dan secara umum ditetapkan sulit untuk sembuh lagi.
– Orang tua atau lemah yang sudah tidak kuat lagi berpuasa.
– Wanita yang hamil dan menyusui apabila ketika tidak puasa mengakhawatirkan anak yang dikandung atau disusuinya itu.
– Orang yang menunda kewajiban mengqadha‘ puasa Ramadhan tanpa uzur syar‘i hingga menjelang Ramadhan tahun berikutnya. Mereka wajib mengqadha‘nya sekaligus membayar fidyah, menurut sebagian ulama.
5. Jika Jumlah hari hutang puasa tidak diketahui
Biasanya kita lupa apakah punya hutang puasa ramadhan 5 hari atau 7 hari, maka solusinya adalah memilih yang 7 hari tersebut karena dengan demikian kita lebih berhati-hati pada kewajiban puasa ramadhan yang telah ditinggalkan dan jika ternyata sebenarnya hanya 5 hari maka otomatis ia akan bernilai sebagai puasa sunnah.
6. Waktu Membayar hutang puasa
Waktu pembayaran hutang puasa Ramadhan sangat luas selama 11 bulan, terhitung mulai Syawal hingga Sya’ban, sebelum masuk bulan Ramadan berikutnya. keluasan waktu ini hanya berlaku bagi yang meninggalkan puasa karena ada udzur syar’i (alasan yang dibenarkan oleh syari’at), contohnya haid, nifas, sakit, musafir, dan sebagainya. Namun bagi mereka yang meninggalkan puasa tanpa ada alasan yang bisa diterima oleh syari’at (tanpa ada udzur syar’i), karena malas, maka mereka wajib meng-qadha’nya sesegera mungkin (mubadarah) hingga tertunaikan semua utang puasanya.
Walaupun waktu qadha’ puasa sangat luas, namun kita tetap disunnahkan agar bersegera membayarnya aga kita terbebas dari utang-utang tersebut.
Aisyah (istri Rasulullah) pernah berkata:
كَانَ يَكُوْنُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيْعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلاَّ فِي شَعْبَانَ .
“Dahulu aku memiliki tanggungan/hutang puasa Ramadhan, dan tidaklah aku bisa mengqadha’nya (karena ada halangan sehingga tertunda) kecuali setelah sampai bulan Sya’ban.” (H.R. Al-Bukhari)
Tentunya qadha’ puasa tidak boleh dilakukan pada hari-hari terlarang, yaitu pada dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) dan pada tiga hari tasyrik (tanggal 11, 12, 13, Dzulhijjah).
Sebagai umat muslim kita harus menjalankan perintah Allah SWT dan jika kita memiliki hutang puasa di bulan ramadhan kita harus cepat membayarnya agar tidak ada tanggungan yang membebani. Karena hutang puasa ramadhan merupakan puasa yang harus wajib dibayar. Agar terhindar dari sakit dan dapat membatalkan puasa sebaiknya kita harus menjaga kesehatan agar dapat menjalankan puasa di bulan ramadhan dengan semangat dan tanpa halangan.